Senin, 09 Maret 2009

TINJAUAN PEMILU DI INDONESIA DARI MASA KE MASA




The ballot is stronger than the bullet - Kekuatan Pemilu lebih dahsyat daripada peluru. (Abraham Lincoln)

KabarIndonesia - Sejak awal berdirinya negara Indonesia enam puluh tiga tahun silam, keinginan meneguhkan demokrasi sebagai bingkai pelakasanaan pemerintahan telah diretas. Suatu negara dipandang demokratis bilamana memiliki setidaknya tiga unsur.

Pertama, UU yang menjamin hak-hak politik warga negara. Kedua, pers yang bebas. Ketiga, Pemilu yang jujur dan lembaga perwakilan yang otonom. Banyak pengamat yang menilai bahwa kehidupan demokrastis di Indonesia dimulai semenjak kaum muda mengambil alih kedudukan Mr. Kasman Singodimedjo sebagai ketua KNIP, dengan menempatkan Sutan Sjahrir sebagai pengganti. Proses demokratisasi diawali dengan keluarnya Maklumat Pemerintah Nomor X, Maklumat Pemerintah tanggal 3 Nopember 1945, hingga pergantian sistem pemerintahan dari presidensial ke parlementer 15 Nopember 1945.

Sutan Sjahrir yang memangku jabatan perdana menteri, mengagendakan pelaksanaan Pemilu bulan Januari 1946. Namun agenda tersebut hingga jatuhnya kabinet Sajhir 1947 tidak pernah terwujud. Menurut analisa WF. Wertheim, “Adalah kekhawatiran Sutan Sjahrir sebagai pemimpin Partai Sosialis memiliki prediksi bila pemilu dilaksanakan tahun tersebut, Masyumi yang menjadi satu-satunya wadah organisasi Islam dengan jumlah anggota yang besar akan memperoleh 80 suara (WF. Werthem, 1971)." Agenda pemilu tertunda hingga berlangsungnya pemerintahan United State of Indonesia (USI) 1949-1950.

Pemilu Masa Demokrasi Liberal
Kabinet Natsir, merupakan kabinet pertama di masa demokrasi liberal, kendati pun disebut sebagai Kabinet Akhli (Zaken Cabinet). Namun tidak mampu melaksanakan pemilu. Begitu pula tiga kebinet setelahnya, yakni Kabinet Sukiman, Wilopo dan Ali Sastroamidjojo. Agenda pemilu yang telah tertunda sepuluh tahun baru dapat dilaksanakan masa kabinet Burhanuddin Harahap. yang mengacu pada UUD Sementara (UUD S) pasal 1 ayat 2.

Pada Pemilu pertama ini memiliki dua agenda, pertama memilih wakil rakyat di DPR tanggal 29 Sepetember dan kedua memilih anggota Konstituante pada tanggal 15 Desember 1955. Proses dan hasil pemilu pertama ini memunculkan beberapa kejutan dan kekecewaan.

Jumlah partai bertambah banyak dari 20 menjadi 28. Tetapi hanya empat partai yang mendapat kursi di atas yang siginifikan, yakni PNI, Masyumi, NU dan PKI. Perolehan 34 kursi PKI di parlemen mengejutkan banyak pihak, terutama bila dihubungkan dengan peristiwa pemberontakan Madiun 1948. Harapan akan terciptanya suasana yang mengindikasikan konstelasi baru dalam tatanan pemerintahah. Begitu pula dengan hasil pemilihan Majelis Konstituante, di mana hingga tahun 1959, terbaca dengan jelas Majelis Konstitunate tidak berhasil membuat draft rancangan UUD baru pengganti UUDS.

Pemilu Masa Demokrasi Pancasila

Munculnya pemerintahan Orde Baru 1966, telah menumbuhkan harapan tinggi akan berlangsungnya tatanan kehidupan negara dan pemerintahan yang jauh lebih demokratis dari sebelumnya. Secara perlahan harapan tersebut berjalan surut. Demokrasi Pancasila yang dibangun, pada kenyatan telah mematikan tiga unsur demokrasi.

Pertama, UUD 45 dan Pancasila diposisikan sebagai sesuatu yang disakralkan. Kedua, Pers mengalami pengekangan secara sistematis. Masa Orde Baru bisa dikatakan “mimpi buruk” (night mare) bagi media massa, karena identik dengan pembredelan dan tindakan refresif yang berlebihan. Pelaksanaan pemilu, yang berlangsung selama enam kali (1971, 1977, 1982, 1987, 1992, 1997), masyarakat dengan mudah menempatkan Golkar sebagai pemenang, sementara dua partai peserta pemilu (PPP dan PDI), keberadaannya di tengah perhelatan tersebut, tidak lebih dari sekedar pelengkap yang telah direkayasa.

Tidaklah keliru bilamana Bill Liddle mengungkapkan, ”Pemilu yang dilaksanakan sepanjang rezim Orde Baru, lebih merupakan selebresi demokrasi yang artificial, tidak menyentuh substansinya. Bahkan untuk sebuah demokrasi prosedural pun jauh dari memenuhi persyaratan, karena pemilu yang berlangsung secara tidak fair, penuh kecurangan, pemaksaan kehendak bahkan intimidasi.“ (R. William Liddle, 2008).

Penyimpangan tiga unsur kehidupan demokrasi, yang bermuara pada maraknya KKN, telah melemahkan kewibawaan pemerintah, sekaligus hilangnya kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah. Munculnya krisis moneter regional, telah menjadi pemicu munculnya gerakan reformasi, yang berujung pada anti klimaks pemerintah Orde Baru dengan tidak hormat.

Pemilu di Masa Reformasi

Berakhirnya rezim Orde Baru, telah membuka peluang guna menata kehidupan demokrasi. Reformasi politik, ekonomi dan hukum merupakan agenda yang tidak bisa ditunda. Demokrasi menuntut lebih dari sekedar pemilu. Demokrasi yang mumpuni harus dibangun melalui struktur politik dan kelembagaan demokrasi yang sehat. Namun nampaknya tuntutan reformasi politik, telah menempatkan pelaksanan pemilu menjadi agenda pertama.

Pemilu pertama di masa reformasi hampir sama dengan pemilu pertama tahun 1955 diwarnai dengan kejutan dan keprihatinan. Pertama, kegagalan partai-partai Islam meraih suara siginifikan. Kedua, menurunnya perolehan suara Golkar. Ketiga, kenaikan perolehan suara PDI P. Keempat, kegagalan PAN, yang dianggap paling reformis, ternyata hanya menduduki urutan kelima. Kekalahan PAN, mengingatkan pada kekalahan yang dialami Partai Sosialis, pada pemilu 1955, diprediksi akan memperoleh suara signifikan namun lain nyatanya.

Walaupun pengesahan hasil Pemilu 1999 sempat tertunda, secara umum proses pemilu multi partai pertama di era reformasi jauh lebih Langsung, Umum, Bebas dan Rahasia (Luber) serta adil dan jujur dibanding masa Orde Baru. Hampir tidak ada indikator siginifikan yang menunjukkan bahwa rakyat menolak hasil pemilu yang berlangsung dengan aman. Realitas ini menunjukkan, bahwa yang tidak mau menerima kekalahan, hanyalah mereka yang tidak siap berdemokrasi, dan ini hanya diungkapkan oleh sebagian elite politik, bukan rakyat.

Pemilu 2004, merupakan pemilu kedua dengan dua agenda, pertama memilih anggota legislatif dan kedua memilih presiden. Untuk agenda pertama terjadi kejutan, yakni naiknya kembali suara Golkar, turunan perolehan suara PDI-P, tidak beranjaknya perolehan yang signifikan partai Islam dan munculnya Partai Demokrat yang melewati PAN. Dalam pemilihan presiden yang diikuti lima kandidat (Susilo Bambang Yudhoyono, Megawati Soekarno Putri, Wiranto, Amin Rais dan Hamzah Haz), berlangsung dalam dua putaran, telah menempatkan pasangan SBY dan JK, dengan meraih 60,95 persen.


Hantu Pemilu

Tidak ada satu perhelatan tanpa adanya sesuatu yang ditakutkan (hantu). Dalam pemilu di Indonesia apa yang menjadi hantu dan menghantui banyak pihak saat hal tersebut dilakukan. Dalam pemilu masa demokrasi liberal, banyak pihak dihantui rasa takut. Ketakutan yang dimaksud adalah terjadinya gangguan keamanan berkaitan dengan DI/TII dan gerakan sparatisme lainnya.

Namun hal tersebut tidak terjadi. Sementara dalam pemilu masa Orde Baru, kekhawairan menghantui pihak pemerintah, yakni bertambahnya suara dari dua parpol (PPP dan PDI) dan diresponnya seruan Golput. Sedangkan Pemilu era Reformasi terutama pemilu 2009, yang hanya menyisakan waktu dalam hitungan hari, dihantui oleh sejumlah permasalahan yang sangat tidak sederhana.

Adapun ketakutan tersebut antara lain, ketidaksiapan KPU pusat dan daerah, menurunnya partisipasi masyarakat akibat adanya seruan Golput, terjadinya bencana alam, dan munculnya terorisme sekaligus munculnya ketidakpuasaan dari kontestan pemilu baik proses maupun hasil. Kendati pun demikian, kita berharap semoga kekhawatiran yang dimungkinkan menghantui banyak pihak dapat diminimalisir.

Apa yang diungkapkan oleh Abraham Lincoln di atas, memiliki dua sisi yang akan menjadi tolak ukur kekinian kehidupan demokrasi khususnya di Indonesia. Pertama, jika pemilu sukses, akan makin mematangkan hidup dan kehidupan demokrasi. Kedua, jika Pemilu gagal, mengindikasikan bahwa gerakan reformasi politik menuju pada gelombang surut, sekaligus gagalannya bangsa Indonesia memaknai demokrasi. (*)

Sumber :
Iwan R Jayasetiawan
http://www.pewarta-kabarindonesia.blogspot.com/
www.kabarindonesia.com
09 Maret 2009

Sumber Gambar: http://ditpolkom.bappenas.go.id/basedir/Politik%20Dalam%20Negeri/1)%20Pemilu/4)%20Pemilu%20tahun%202009/01.%20Gambar%20Bendera%20Peserta%20Partai%20Politik%202009.JPG

Tidak ada komentar:

Posting Komentar