Jumat, 20 Maret 2009

SEKILAS TENTANG AJARAN DEMOKRASI


Sebelum paham atau ajaran demokrasi muncul, kehidupan bangsa, masyarakat dan negara di Eropah dilandasi oleh paham agama, atau dinamakan juga dengan “Teokrasi”, yang artinya pemerintahan/negara berdasarkan Hukum/Kedaulatan Tuhan. Penyelewengan paham Teokrasi yang dilakukan oleh pihak Raja dan otoritas Agama, mengakibatkan kehidupan negara-negara di Eropah mengalami kemunduran yang sangat drastis, bahkan hampir-hampir memporak-poranda seluruh sendi-sendi kehidupan masyarakat dan negara disana. Ditengah situasi kegelapan yang melanda Eropah inilah JJ.Rousseau berpendapat bahwa landasan kehidupan bangsa/masyarakat tidak dapat lagi disandarkan pada kedaulatan Tuhan yang dijalankan oleh Raja dan Otoritas Agama, karena sesungguhnya kedaulatan tertinggi di dalam suatu negara/masyarakat berada ditangan rakyatnya dan bukan bersumber dari Tuhan. Bahkan negara/masyarakat berdiri karena semata-mata berdasarkan Kontrak yang dibuat oleh rakyatnya (Teori Kontrak Sosial).

Singkatnya ajaran/teori Kedaulatan Rakyat atau “demokrasi” ini mengatakan bahwa kehendak tertinggi pada suatu negara berada ditangan rakyat, dan karenanya rakyat yang menentukan segala sesuatu berkenaan dengan negara serta kelembagaannya. Atau dapat juga dikatakan sebagai ajaran tentang Pemerintahan Negara berada ditangan Rakyat. Ajaran Demokrasi adalah sepenuhnya merupakan hasil olah pikir JJ. Rousseau yang bersifat hipotetis, yang sampai saat itu belum pernah ada pembuktian empiriknya. Bahkan pada “Polis” atau City State” di Yunani yang digunakan oleh Rousseau sebagai contoh didalam membangun Ajaran Demokrasi yang bersifat mutlak dan langsung, tidak dapat ditemui adanya unsur-unsur demokrasi. Oleh karenanya Logemann mengatakan bahwa Ajaran Demokrasi JJ.Rousseau sebagai “Mitos Abad XIX”, karena tidak memiliki pijakan pada kenyataan kehidupan umat manusia. Adalah bertentangan dengan kenyataan dimana rakyat secara langsung dan mutlak (keseluruhan) memegang kendali pemerintahan negara. Karena justru kenyataannya menunjukan bahwa segelintir (sedikit) oranglah yang memegang kendali pemerintahan negara dan memerintah kumpulan orang yang banyak, yaitu rakyat.

Benturan yang tidak terdamaikan antara Ajaran Demokrasi JJ.Rousseau (yang bersifat mutlak dan langsung) dengan kenyataan empirik kehidupan manusia (yang sedikit memerintah yang banyak), ditambah lagi sebagai akibat perkembangan lembaga negara menjadi “National State” yang mencakup wilayah luas serta perkembangan rakyatnya yang menjadi semakin banyak jumlahnya dan tingkat kehidupannya yang komplek, maka Ajaran Demokrasi yang awalnya dicetuskan oleh JJ.Rousseau ini masih memerlukan penyempurnaan-penyempurnaan. Langkah penyempurnaan terhadap Ajaran Demokrasi JJ.Rousseau yang terpenting dan merupakan awal menuju kearah demokrasi modern yaitu Demokrasi Perwakilan yang dikenal sampai kini, adalah dengan dibentuknya Dewan Perwakilan Rakyat di Inggris pada pertengahan Abad XIII (1265).

Pada Demokrasi Perwakilan, rakyat secara keseluruhan tidak ikut serta menentukan jalannya pemerintahan negara, tetapi rakyat mewakilkan kepada wakil-wakilnya yang duduk di Badan Perwakilan Rakyat untuk menentukan jalannya pemerintahan negara.

Untuk menentukan siapakah individu-individu rakyat yang akan mewakili keseluruhan jumlah rakyat di Badan Perwakilan Rakyat ini digunakan mekanisme Pemilihan (Umum) yang bercirikan :
1. Adanya 2 (dua) atau lebih calon yang harus dipilih ;
2. Siapa yang mendapatkan suara terbanyak dari calon-calon yang ada, maka dialah yang akan duduk di Badan Perwakilan Rakyat guna mewakili mayoritas rakyat pemilih.

Kemudian hari tata-cara dan model Pemilihan wakil-wakil rakyat berkembang menjadi model-model pemilihan yang bervariasi, tetapi tetap berintikan kedua ciri di atas.
Dengan demikian, Demokrasi Perwakilan menjadi tidak bisa dilepaskan dari penyelenggaraan pemilihan (umum) dan prinsip mayoritas vs minoritas.

Dibawah ini akan diuraikan secara singkat rincian unsur demokrasi perwakilan :
- Sumbernya:Gagasan seorang manusia (Filosuf) yang bernama JJ. Rousseau (Abad XIX)
- Sejarahnya: Sebagai pengganti Ajaran Kedaulatan Tuhan (Teokrasi) yang diselewengkan di Eropah pada Abad XIX.
- Tujuannya: Mencapai kebaikan kehidupan bersama di dalam wadah suatu negara, khususnya dalam tata hubungan antara manusia sebagai warganegara dengan negaranya.
- Mekanismenya: Keputusan tertinggi yang pasti benar & baik adalah yang ditentukan oleh mayoritas manusia/warganegara yang dipilih melalui pemilihan umum, sedangkan keputusan yang dibuat oleh minoritas manusia/warganegara pasti salah & tidak baik.
- Sarananya: Partai Politik, berdasarkan Sistem Dua Partai atau Sistem Banyak Partai.
- Pembedanya: Model Demokrasi yang dilaksanakan sangat tergantung pada 2 (dua) aspek, yaitu : (1). sistem pembagian kekuasaan diantara lembaga-lembaga negara, dan (2). sifat hubungan antara lembaga legislatif dan lembaga eksekutif.
- Mottonya: Vox populi vox dei = Suara rakyat (mayoritas) adalah suara Tuhan, dan Suara yang minoritas adalah suara setan.

Demikianlah Ajaran/Teori Demokrasi berkembang dari waktu ke waktu dan berkembang sesuai pula dengan kebutuhan suatu negara tertentu, sejalan dengan ucapkan Mac Iver , “..apa yang kita sebut demokrasi adalah hanya sebuah permulaan dan bukan sesuatu yang bersifat final….”. Sehingga Ajaran/Teori Demokrasi yang awalnya dicetuskan oleh JJ.Rousseau telah berkembang menjadi Ajaran/Teori Demokrasi Perwakilan yang kemudian berkembang lagi menjadi berbagai model demokrasi perwakilan yang saling bervariasi antara satu dengan lainnya, tergantung pada kondisi masing-masing negara yang bersangkutan.

Timbulnya variasi model demokrasi perwakilan ini menurut kacamata Ilmu Hukum Tata Negara bersumber dari perbedaan nilai-nilai dasar bersama yang dianut oleh rakyat pada masing-masing negara, dan secara khusus pada gilirannya tercermin melalui perbedaan pada sistem pembagian kekuasaan dan sifat hubungan antar lembaga-lembaga negara (terutama antara Lembaga Legislatif dan Lembaga Eksekutif), yang ditetapkan oleh masing-masing negara yang bersangkutan. Namun semua variasi model demokrasi perwakilan harus tetap berpegang pada 4 (empat) prinsip, yaitu :
1. Prinsip Kedaulatan Rakyat, dimana Konstitusi negara yang bersangkut harus menetapkan bahwa kekuasaan tertinggi (kedaulatan) berada ditangan rakyat ;
2. Prinsip Perwakilan, dimana Konstitusi negara yang bersangkut harus menetapkan bahwa kedaulatan yang dimiliki oleh rakyat itu dilaksanakan oleh sebuah atau beberapa lembaga perwakilan rakyat ;
3. Prinsip Pemilihan Umum, dimana untuk menetapkan siapakah diantara warganegara yang akan duduk di lembaga-lembaga perwakilan rakyat yang menjalankan kedaulatan rakyat itu, harus diselenggarakan melalui pemilihan umum
4. Prinsip Suara Mayoritas, dimana mekanisme pengambilan keputusan dilaksanakan berdasarkan keberpihakan kepada suara mayoritas.

Tanpa adanya ke-4 ciri pokok diatas secara lengkap, maka suatu tatanan kenegaraan tidak dapat dikatakan sebagai Model Demokrasi.

Diantara ke-4 prinsip Model Demokrasi tersebut diatas, maka Prinsip Suara Mayoritas yang paling banyak mengundang kritik, karena :
1. Manusia tidaklah sama semuanya dalam berbagai aspek, terutama dalam hal aspek kualitas intelektualitasnya, sehingga keputusan yang diambil dengan suara mayoritas (kuantitatif) sama sekali tidak menjamin keputusan itu adalah baik atau benar.

2. Prinsip Suara Mayoritas bertentangan dengan ajaran agama, khususnya Agama Islam, dimana pada Kitab Suci Al Qur’an terdapat cukup banyak ayat-ayat yang bernada negatif atau bahkan mengecam prinsip suara terbanyak ini, seperti sebagian contoh ayat-ayat Al Qur’an dibawah ini :

Dan jika kamu menuruti kebanyakan orang-orang yang di muka bumi ini, niscaya mereka akan menyesatkanmu dari jalan Allah. Mereka tidak lain hanyalah mengikuti persangkaan belaka, dan mereka tidak lain hanyalah berdusta (terhadap Allah). (QS. Al Anam [6]: 116)

Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah), tetapi kebanyakan mereka tidak beriman. (QS. Asy-Syu’ara [26]: 103)

Dan Kami tidak mendapati kebanyakan mereka memenuhi janji. Sesungguhnya Kami mendapati kebanyakan mereka orang-orang yang fasik.(QS. Al A’raaf [7]: 102)

Kemudian apabila datang kepada mereka kemakmuran, mereka berkata: "Ini adalah karena (usaha) kami". Dan jika mereka ditimpa kesusahan, mereka lemparkan sebab kesialan itu kepada Musa dan orang-orang yang besertanya. Ketahuilah, sesungguhnya kesialan mereka itu adalah ketetapan dari Allah, akan tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui.(QS. Al A’raaf [7]: 131)


Sumber :

Yara, M. 2006. Mencari Model Demokrasi Ala Indonesia. Makalah Pembicara Panel Pada Simposium “Membangun Negara dan Mengembangkan Demokrasi dan Masyarakat Madani”. Komisi Kebudayaan Ilmu-Ilmu Sosial Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia (AIPI). Jakarta.

http://markaskio.files.wordpress.com/2007/06/mencari_model_demokrasi_ala_indonesia.doc

Sumber Gambar :
http://i36.tinypic.com/beg3km.jpg

Tidak ada komentar:

Posting Komentar